PENDOBRAKNEWS, GRESIK- Terkait kayu gelondongan yang ditangkap Satgas Kementerian Kehutanan (Kemenhut) melalui Direktorat Jenderal Penegakan hukum Kehutanan (Ditjen Gakkumhut) bersama Jaksa Agung Muda Pidana Umum (JAMPIDUM) makin jelas, dimana Direktur Utama PT. BRN inisial IM (29) ditetapkan Tersangka. Saat ini Jaksa dan Penyidik siap melimpahkan ke proses pengadilan.Barang bukti (BB) yang turut diamankan diantaranya berupa 17 alat berat, 9 mobil logging truk, dan 2287 batang yang terdiri dari 90 batang kayu dengan total volume 435,62 m3.
Gakkum Kehutanan pada tanggal 11 Oktober 2025 mengamankan 1 unit Taughboat TB JENEBORA 1 beserta 1 unit Tongkang TK Kencana Sanjaya yang membawa kayu bulat sebanyak 1.199 batang dengan volume 5.342,45 M3.
Penetapan tersangka berawal dari pengamanan barang bukti tersebut pada kegiatan operasi penindakan pelanggaran hukum kehutanan oleh Tim Direktorat Penindakan Pidana Kehutanan bersama Tim Satgas Garuda PKH dengan dugaan melakukan kegiatan pemanfataan hasil hutan di luar PHAT dan di dalam kawasan hutan produksi di Desa Betumonga, Kecamatan Sipora Utara, Kabupaten Kepulauan Mentawai, Provinsi Sumatera Barat.
Saat ini tersangka di tahan di Rutan Sumatera Barat, sedangkan barang bukti diamankan di Tempat Kejadian Perkara. Adapun total potensi kerugian negara (DR dan PSDH) sebesar Rp. 1.443.468.404.
Ketentuan denda pelanggaran ini belum termasuk kerugian lingkungan karena rusaknya hutan yang berdampak terhadap meningkatnya potensi bencana hidrorologis, seperti banjir, tanah longsor, kekeringan yang nominalnya sangat besar akibat penebangan pohon tanpa perizinan berusaha dari pemerintah pusat oleh PT BRN. Berdasarkan hitungan sementara total potensi kerugian negara dapat mencapai Rp.447.094.757.281.
Direktur Tindak Pidana Kehutanan, Rudioanto Saragih Napitu menjelaskan, “PT. BRN diduga kuat menjalankan pembalakan liar secara terorganisir di Hutan Sipora sejak 2022 hingga 2025, khususnya pada wilayah Desa Tuapejat dan Desa Batumonga dengan modus menebang kayu di luar PHAT yaitu pada areal tanah yang belum di bebani atas hak, bahkan masuk kawasan hutan produksi lalu memanipulasi dokumen Surat Keterangan Sahnya Hasil Hutan (SKSHH) agar kayu ilegal terlihat seolah-olah legal’’.
Direktur Jenderal Penegakan Hukum Kehutanan, Dwi Januanto Nugroho menegaskan, “Bahwa tindakan di Mentawai sampai ke hilir di Gresik adalah kebijakan negara untuk menutup celah perusakan hutan dari hulu sampai ke hilir.
Penegakan Pidana berjalan berdampingan dengan penertiban perizinan dan pengawasan pemegang PBPH, disertai sanksi administratif hingga pencabutan izin bagi yang melanggar. Pada saat yang sama, kami mendorong verifikasi alas hak di seluruh skema pemanfaatan agar tidak ada celah pemalsuan dokumen atau penyalahgunaan skema legal untuk memutihkan kayu ilegal,” ujar Dwi Januanto.
“Untuk menutup celah penyamaran kayu ilegal, Kementerian Kehutanan telah mengkoreksi kebijakan dengan membekukan sejumlah Persetujuan Pemanfataan Kayu pada areal Pemegang Hak Atas Tanah (PHAT) yang bermasalah dan mewajibkan verifikasi alas hak secara ketat oleh dinas kehutanan provinsi.
Kedepan pengawasan terhadap pemegang PBPH dan pelaku usaha kehutanan kami perketat berbasis keterlacakan bahan baku (traceability) dan kepatuhan yang terukur. Pelanggaran akan di kenai sanksi berlapis; administratif, perdata, pencabutan izin, hingga pidana bila terpenuhi unsur-unsurnya.
Langkah ini sekaligus melindungi dan memberi kepastian hukum bagi pelaku usaha yang taat, agar tata kelola berjalan adil, berkelanjutan, dan manfaat hutan kembali ke rakyat,” ujar Januanto. (Tim)
